Ikatan Suci

Apa yang terjadi antara diriku dan Nurul adalah tragedi yang sangat memilukan. Aku tak memungkiri, di dalam taksi selama perjalanan menuju rumah Eqbal Hakan Erbakan, hatiku menangis. Aku ini siapa? Nurul sungguh terlalu. Apakah dia bukan orang Jawa? Aku ini orang Jawa. Di Jawa, seorang khadim kiai dan batur santri, anak petani kere, mana mungkin berani mendongakkan kepala apalagi mengutarakan cinta pada seorang puteri kiai. Dia sungguh terlalu menunggu hal itu terjadi padaku. Semestinya dialah yang harus mengulurkan tangannya. Dia sungguh terlalu berulang kali ketemu tidak sekalipun mengungkapkan perasaannya yang mungkin hanya membutuhkan waktu satu menit. Atau kalau malu hanya dengan beberapa baris tulisan tangannya tragedi ini tidak akan terjadi. Menyatakan cinta untuk menikah di jalan Allah bukanlah suatu perbuatan tercela. Dia sungguh terlalu. Tapi dia tidak keliru. Dia telah menempuh jalan yang benar. Dia benar-benar gadis shalihah yang pemalu. Yang terlalu sesungguhnya adalah Ustadz Jalal dan Ustadzah Maemuna. Mereka berdua sungguh terlalu. Atau justru aku yang terlalu dan begitu dungu.


rinai tangis dalam hatiku
bagai rintik hujan di kota
apa gerangan makna lesu
yang menyusup masuk kalbuku?94

Sampai di halaman rumah Eqbal aku melihat tiga mobil mewah berjajar. Rumahnya ada di lantai tiga sebuah villa mewah tak jauh dari KFC Maadi. Sebelum masuk kuhapus air mata, kutata hati dan jiwa. Aku berusaha tersenyum. Aku disambut hangat oleh Eqbal dan tiga lelaki Turki. Rumahnya tidak terlalu ramai. Eqbal memperkenalkan tiga lelaki Turki yang berpakaian rapi itu.
“Ini Ismael Akhtar, Ketua Umum Persatuan Mahasiswa Turki di Mesir, ini sekjennya Ali Naar, sedangkan ini yang baru tiba dari Turki tadi pagi adalah calon pamanmu Akbar Ali Faroughi, adik kandung ibunya Aisha.”

94 Dari penggalan puisi “Lagu Hujan” karya penyair Perancis Paul Verlaine (1844-1896), terdapat dalam Puisi Dunia, Balai Pustaka, 1952, hal. 88.

Akbar Ali yang gagah itu memelukku erat dan berbisik, “Senang memiliki keponakan seperti dirimu. Aisha sudah banyak bercerita tentangmu padaku. Selamat datang di keluarga besar Ali Faroughi.”
Di ruang tamu itu kami berbincang-bincang sambil menunggu Aisha yang sedang berdandan. Akbar Ali menceritakan silsilah keluarga besarnya agar aku tahu jelasnya. Ali Faroughi ayahnya dan juga kakek Aisha adalah asli Turki. Beliau lahir di kota Izmir dari keluarga pedagang kain. Lulus sekolah menengah langsung diminta ayahnya merantau ke Istambul dan membuka toko kain di sana. Beliau menuruti anjuran ayahnya. Bakat bisnisnya luar biasa besar. Tokonya maju pesat sampai akhirnya bisa membuat pabrik tekstil kecil-kecilan. Akhir tahun 1948 beliau menikah di Yordan dengan seorang gadis pengungsi Palestina sebatang kara yang seluruh keluarganya telah tewas dibantai Israel dan harta kekayaannya juga dirampas. Gadis Palestina itu beliau bawa ke Istanbul. Enam tahun kemudian, yaitu tahun 1954, lahirlah anak mereka yang pertama diberi nama Alia Ali Faroughi. Alia itulah ibu kandung Aisha. Empat tahun kemudian lahirlah Akbar Ali Faroughi dan jauh setelah itu, lima bekas tahun kemudian baru lahir Sarah Ali Faroughi yang sekarang menikah dengan Eqbal Hakan Erbakan. Ali Faroughi adalah pengikut setia Al-Imam Asy-Syaikh Al-Mujaddid Badiuz Zaman Sa’id An-Nursi. Ali Faroughi wafat pada tahun 1993 pada usia 73 tahun, meninggalkan tiga buah perusahaan besar. Di antara ketiga anaknya itu yang paling cerdas dan ulet adalah Alia. Dia selalu terbaik di sekolah menengah. Dia dokter terbaik lulusan Istanbul University tahun 1976 dan langsung mendapat beasiswa ke Jerman tahun itu juga. Di Jerman Alia mengambil spesialis jantung. Setelah tiga tahun di Jerman ia menikah dengan seorang muallaf Jerman namanya Rudolf Greimas, seorang pemilik swalayan. Tahun 1981 Aisha lahir. Dan tahun
1982 Alia memperoleh gelar doktornya dengan predikat summa cumlaude dan mengambil keputusan untuk tinggal dan bekerja di Jerman. Yang menyedihkan tujuh tahun yang lalu, Alia tewas dalam sebuah kecelakaan lalu lintas di sebuah jalur cepat yang berada pinggir kota Munchen, meninggalkan Aisha yang masih belia. Aku baru tahu sebenarnya Aisha telah lama kehilangan seorang ibu.

Kira-kira setengah jam sebelum azan ashar berkumandang, Sarah Ali Faroughi, memberi tahu semuanya telah siap. Aku minta tolong pada Eqbal agar bisa melihat wajah Aisha sebelum berangkat. Aku ingin mengisi kembali energi cintaku. Aku ingin menghilangkan segala galau dan melenyapkan segala pilu yang masih terasa menyelimuti hatiku. Aku tak mau tragedi Nurul menorehkan noda dalam hatiku. Aku harus melihat wajah Aisha yang sinarnya akan menerangi semua kisi dan relung hatiku. Kesejukannya akan menyiram jiwaku.
Eqbal tersenyum padaku dan menarik lenganku. Dia membawaku masuk ke sebuah kamar di sana hanya ada tiga perempuan Turki semuanya telah memaki cadar. Eqbal minta agar Aisha membuka cadarnya. Seorang perempuan yang memakai abaya paling indah perlahan membuka cadar kuning keemasannya. Perlahan wajah yang bercahaya itu tampak dan tersenyum padaku. Aku memandangnya lekat-lekat. Aku tersihir oleh pesonanya. Tanpa sadar hatiku bertasbih dan berpuisi:

alangkah manis gadis
ini bukan main elok dan ayu
calon isteriku
matanya berbinar-binar
alangkah indahnya

Setelah kurasa cukup, aku meminta Aisha memakai kembali cadarnya. Kami pun berangkat dengan menggunakan tiga sedan Mercy. Aku bersama Eqbal dan isterinya. Aisha bersama pamannya Akbar dan isterinya. Ketua Persatuan Mahasiswa Turki bersama sekjennya. Selama dalam perjalanan aku lebih banyak mengucapkan istighfar. Aku berharap saat ini keluarga di Indonesia mengirimkan selaksa doa untukku. Mereka sudah aku beri tahu detik-detik ini aku akan membuka lembaran hidup baru. Dalam perjalanan sempat aku keluarkan pertanyaan yang mengganjal pada Eqbal, “Ayah Aisha, Tuan Rudolf Greimas, bukankah masih hidup. Apakah beliau akan datang?”
“Beliau memang masih hidup tapi tidak akan datang dan Aisha juga tidak terlalu menginginkan dia datang. Yang jelas dia sudah tahu puterinya akan menikah dengan mahasiswa Indonesia. Tentang Rudolf Greimas nanti tanyakanlah sendiri pada Aisha, kenapa sampai dia tidak mengharapkan kedatangannya,” jawab Eqbal Hakan.

* * *

Tepat saat adzan ashar berkumandang kami sampai di masjid tempat akad nikah akan dilangsungkan. Sudah banyak teman-teman mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Turki yang sampai di sana. Aisha dan dua bibinya langsung menuju lantai dua tempat jamaah wanita. Aku menyalami teman-teman. Mereka semua tersenyum dan mengucapkan selamat padaku. Usai shalat ashar acara akad nikah dimulai.
Acara dilangsungkan di depan mihrab masjid. Syaikh Ustman, Syaikh Prof.Dr. Abdul Ghafur Ja’far, Bapak Atdikbud, Eqbal Hakan Erbakan, Akbar Ali dan beberapa syaikh Mesir yang diundang Syaikh Ustman duduk dengan khidmat tepat di depan mihrab menghadap ke arah jamaah dan hadirin yang memenuhi masjid. Rupanya saat shalat Jum’at tadi telah diumumkan akan ada acara akad nikah antara mahasiswa Indonesia dan muslimah Turki, sehingga orang Mesir yang ada di sekitar masjid penasaran dan masjidpun penuh. Aku duduk di sebelah kanan Akbar Ali. Di barisan depan hadirin tampak ketua PPMI dan pengurusnya, teman-teman satu rumah, Syaikh Ahmad Taqiyyuddin, teman-teman Mesir di program pasca dan Bapak M. Saeful Anam dari bagian Konsuler KBRI yang akan mencatat kejadian penting ini untuk mengeluarkan surat nikah resmi. Rudi yang paling suka pegang tustel sibuk membidikkan kameranya. Dua orang mahasiswa Turki juga sibuk mengabdikan peristiwa bersejarah ini dengan handycam dan kamera.
Yang menjadi pembawa acara adalah Ismael Akhtar, Ketua Umum Persatuan Mahasiswa Turki di Mesir. Bahasa Arab fushanya indah. Acara dibuka dengan basmalah dan pembacaan kalam Ilahi. Lalu sambutan singkat dari keluarga mempelai perempuan yang disampaikan Eqbal. Sambutan singkat dari keluarga mempelai pria oleh Syaikh Utsman. Barulah akad nikah. Pihak wali perempuan mewakilkan Syaikh Prof. Dr. Abdul Ghafur Ja’far untuk menikahkan Aisha.
Syaikh Abdul Ghafur Ja’far, yang tak lain adalah pembimbingku menulis tesis itu maju dan duduk di tengah lingkaran. Akbar Ali dan Eqbal Hakan menuntunku maju dan duduk di hadapan Syaikh. Mereka berdua mendampingku. Pak Atdikbud juga maju, duduk di samping Syaikh sebagai saksi. Ismael Akhtar juga maju sebagai saksi. Saiful ikut maju membawakan mahar. Aku sempat melirik ke lantai dua. Aisha dan kedua bibinya serta ratusan muslimah di sana memandang ke bawah. Ke arah prosesi sakral ini dilangsungkan.
Sebelum memulai mengakad Syaikh Abdul Ghafur meminta kepada semua hadirin untuk beristighfar, mensucikan hati dan jiwa. Lalu meminta kepada semuanya untuk bersama-sama membaca dua kalimat syahadat. Aku meneteskan air mata, hatiku basah. Aku belum pernah merasakan suasana sedemikian sakralnya. Syaikh Abdul Ghafur menjabat tanganku erat, lalu mewakili wali menikahkan diriku dengan Aisha. Dan dengan suara terbata-bata namun jelas aku menjawab dengan penuh kemantapan hati:
“Qabiltu nikahaha wa tazwijaha bi mahril madzkur, ala manhaji kitabillah wa sunnati Rasulillah! Aku terima nikah dan kawin dia (Aisha binti Rudolf Kremas) dengan mahar yang telah disebut, di atas manhaj kitab Allah dan sunnah Rasulullah!”
Spontan dari lantai dua terdengar wanita-wanita Mesir melantunkan zaghrudah95 yang melengking indah. Dan Syaikh Abdul Ghafur membimbing seluruh hadirin untuk mengucapkan doa yeng telah diajarkan oleh Rasulullah Saw.:

“Baralallahu laka wa baraka alaika wa jama’a bainakuma fi khair!”96
Masjid pun berdengung-dengung oleh doa seluruh hadirin. Hatiku terasa sejuk sekali. Air mataku terus melelah tiada henti. Aku tiada henti mengucapkan hamdalah dalam hati. Setelah itu disambung khutbah nikah yang dibawakan Syaikh Ahmad. Khutbah yang singkat, padat, namun membuat hatiku bergetar hebat. Diakhiri dengan doa yang dipimpin Syaikh Utsman, doa yang membuat diriku lebur dalam keagungan tanda-tanda kekuasaan Tuhan.

95 Siulan khas wanita Arab sebagai ungkapan kegembiraan.
96 Semoga berkah Allah tetap untukmu, dan semoga berkah Allah tetap ke atasmu dan semoga Allah mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan. (Hadits diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, Abu Daud, dan Ahmad)

Selesai doa, Syaikh Utsman membimbing hadirin untuk melantunkan thalaal badru, lagu kebahagiaan yang dinyanyikan kaum Anshar saat menyambut kedatangan Nabi Muhammad Saw. dan Abu Bakar Ash-Shiddiq di madinah setelah menempuh perjalanan hijrah yang panjang dan melelahkan. Para hadirin berdiri, menyalami dan merangkulku satu persatu sambil membisikkan doa barakah diiringi lantunan thalaal badru. Gerimis di hatiku tidak mau berhenti. Air mata terus saja meleleh. Aku kini telah memiliki seorang isteri. Subhanallah, wal hamdulillah, wa laa ilaaha illallah, Allahu akbar!

* * *

Seperti kesepakatan setelah akad nikah kami tidak langsung zafaf. Malam zafaf adalah setelah walimah. Dua hari lagi. Sampai rumah teman-teman menggodaku habis-habisan. Aku tanyakan pada mereka apa sudah bisa menghubungi keluarga Tuan Boutros. Belum bisa. Tidak enak rasanya jika mereka tidak menghadiri walimah nanti. Meskipun berbeda agama mereka sudah seperti keluarga sendiri.
Pukul dua belas malam teman-teman sudah tidur. Tapi aku sama sekali tidak bisa memejamkan mata. Aku ingat banyak hal. Aku menelusuri kembali perjalanan hidupku. Sejak masih SD, jualan tape. Lalu masuk pesantren menjadi khadim Romo Kiai sambil melanjutkan sekolah di Tsanawiyah dan Aliyah milik pesantren. Dan akhirnya dengan susah payah bisa sampai Mesir. Aku menangis sendiri ditemani sepi.
Tiba-tiba handphone-ku berdering. Kulihat ada yang memanggil. Aisha! Hatiku berdegup kencang. Aku menyeka air mata dan menata perasaan. Kuangkat:

“Fahri?”

“Ya.”
“Kasihku, aku yakin kau belum tidur. Kau tidak bisa tidur. Kau pasti sedang memikirkan aku. Ya ‘kan?” Dan klik. Diputus. Aku belum sempat menjawab.

Aku gemes sekali padanya. Pada Aisha. Ia menggodaku. Kukirim sms padanya. Sebab jika kutelpon takut tidak dia angkat. Percuma.

“Aisha, aku sangat merindukanmu.” Tulisku.
“Aku sudah tahu. Bersabarlah. Allah mencintai orang-orang yang bersabar.” Jawab Aisha. Aku menghela nafas panjang. Aku ingin shalat malam.

* * *

Pagi hari, usai shalat shubuh, di masjid Al Fath Al Islami, seluruh jamaah yang mengenalku mengucapkan selamat. Rupanya Syaikh Ahmad telah memberi tahu mereka. Dan Syaikh Ahmad mengajakku ke kamarnya di belakang mihrab. Beliau memberikan kabar bahagia mengenai Noura.
Alhamdulillah kebenaran itu terkuat juga. Dari tes DNA, gen Noura tidak sama dengan gen Si Muka Dingin Bahadur dan isterinya yaitu Madame Syaima. Gen Noura justru sama dengan milik suami isteri bernama Tuan Adel dan Madame Yasmin yang kini jadi dosen di Ains Syam University yang saat itu melahirkan bayinya bersamaan harinya dengan Madame Syaima. Dan Nadia gadis yang selama ini mereka besarkan dengan penuh kasih sayang sama gennya dengan Si Muka Dingin Bahadur dan Madame Syaima. Dua bayi itu tertukar. Noura memang mirip sekali dengan Madame Yasmin dan Si Nadia mirip dengan Madame Syaima. Mereka telah menemukan orang tua masih-masing. Noura bahagia dan Nadia nelangsa. Untungnya Tuan Adel dan Madame Yasmin tetap meminta Nadia tinggal bersama mereka. Sebab Nadia telah dianggap sebagai anaknya sendiri. Si Muka Dingin Bahadur sedang diproses atas segala kejahatannya. Mendengar kabar bahagia itu aku merasa sangat bahagia. Gadis innocent yang lembut itu akhirnya benar-benar menemukan taman kebahagiaan yang selama ini hilang.
Usai dari masjid aku mengajak musyawarah teman-teman satu rumah. Tak lama lagi aku akan meninggalkan mereka. Iuran sewa rumah bulan depan aku bayar sekalian. Jadi mereka tidak bertambah beban meskipun aku tidak lagi satu rumah dengan mereka. Namun aku minta tolong kepada mereka agar bulan berikutnya sudah ada yang menggantikan aku. Teman-teman rela melepaskan aku dan mendoakan semoga hidup bahagia. Mereka minta agar aku tidak segan dan masih sering main ke Hadayek Helwan. Mereka bertanya aku akan tinggal di mana. Aku menjawab, “Belum tahu. Semua yang mengurus isteri tercinta!” Kontan mereka menyahut bareng, “Enaknya punya isteri gadis Turki yang shalehah seperti Aisha!” Aku tersenyum mendengarnya.
Pukul sembilan Paman Eqbal—setelah akad nikah aku harus memanggilnya paman—dan tiga mahasiswa Turki datang kembali dengan pick up. Hendak mengangkut semua barangku yang tersisa. Dia belum juga mau mengatakan rumah yang akan kami tempati itu di mana. “Nanti kau akan tahu juga!” jawabnya enteng.

Hari berikutnya adalah pesta walimatul ursy di Darul Munasabat Masjid Rab’ah El-Adawea, Nasr City. Sejak ashar aku telah berada di rumah mahasiswa Turki yang telah berkeluarga di Hadidar Toni Street. Namanya Subhan Tibi. Isterinya bernama Laila Belardi. Mereka teman baik Paman Eqbal dan Bibi Sarah. Di rumah mereka yang letaknya kira-kira satu kilometer dari lokasi walimah, aku dan Aisha dirias ala pengantin Turki. Aisha benar-benar seperti bidadari. Tapi elok wajahnya tersembunyi di balik cadar tipis keemasan. Dan inilah untuk pertama kali kami duduk bersanding di dalam mobil mewah. Selama dalam perjalanan menuju tempat walimah aku tak berani menyentuhnya. Kelihatannya Aisha gemes melihat ketidakberanianku. Ia meletakkan tangannya di atas telapak tanganku. Dengan ragu-ragu aku memegang tangannya. Dan hatiku berdesir hebat. Itulah untuk pertama kalinya aku memegang tangan halus seorang gadis.
Pesta walimah sangat meriah. Di mulai tepat setelah ashar. Ada panggung di depan. Tempat lelaki dan wanita di pisah dengan satir. Pengantin lelaki berbaur dengan undangan lelaki dan pengantin wanita berbaur bersama pengantin wanita. Panggung yang indah itu rupanya untuk hiburan. Tim Shalawat Turki menunjukkan kebolehannya. Juga tim nasyid Indonesia. Ada juga pantomim, sumbangan dari teman-teman KSW. Tadzkirah di sampaikan oleh Dr. Akram Ridha, pakar psikologi yang juga seorang dai terkemuka di Kairo. Semua berjalan dengan sangat mengesan bagi siapa saja yang hadir malam itu.
Setelah acara berakhir, dan tamu undangan telah banyak yang pulang, Paman Eqbal membawaku ke tempat pengantin wanita. Di sana ternyata ada pelaminan yang telah dihias indah. Aisha sudah duduk manis duduk di sana. Aku diminta untuk duduk di sampingnya untuk diabadikan dalam foto dan video.
Aisha minta dipangku dan disuapi kue. Lalu minta dibopong dan digendong. Ia juga minta difoto dalam gaya-gaya dansa. Ada-ada saja. Ia sangat mesra dan manja. Tapi ia sangat tahu menjaga diri, ia tidak minta dicium saat itu. Kemesraan kami yang tak lama itu tidak ada yang melihat kecuali beberapa muslimah, Paman Eqbal dan Paman Akbar Ali. Saat adzan maghrib berkumandang dari menara masjid. Aku dan Aisha telah berada di dalam Limousin meluncur menuju tempat untuk malam zafaf. Menjadi sopir kami adalah Paman Eqbal Hakan Erbakan, isterinya Sarah duduk disampingnya dengan si kecil Hasan di pangkuannya. Di belakang kami mobil Paman Akbar Ali membuntuti. Ia bersama isterinya dan si kecil Amena. Selama dalam perjalanan kami diam tanpa bicara apa-apa namun tangan kami erat berpegangan.
Mobil kami terus melaju. Lampu-lampu telah menyala seperti bintang- bintang. Langit merah bersemburat indah. Mobil melaju diatas jalan layang yang membelah Ramsis. Terus ke Barat. Apakah Paman Eqbal akan membawa kami ke hotel? Aku tidak tahu. Semua mahasiswa Indonesia yang menikah di Cairo tidak ada yang menghabiskan malam pertama di hotel. Semuanya menghabiskan malam pertama di rumah kontrakan yang sederhana. Di depan sudah tampak sungai Nile. Kami melewati Ramses Hilton. Mobil terus melaju. Aisha menyandarkan kepalanya di pundakku. Aku merasakan suasana yang sangat indah. Kami berada di atas Jembatan 6th Oktober yang menyeberangi sungai Nil. Restauran dan nigh club terapung telah menyalakan lampunya. Di depan sana agak ke selatan di tengah daratan seperti pulau di tengah sungai Nil tampak Cairo Tower menjulang tinggi. Daratan yang dikelilingi sungai Nile itu disebut daerah El-Zamalik. Kawasan yang sangat elite dan indah. Eqbal membelokkan mobil dan turun dari jembatan ke El-Gezira Street. Kami berada di daerah El-Zamalik. Mobil terus berjalan ke utara menyusuri pinggir sungai Nil. Melewati Cairo Marriot Hotel. Melewati Kedutaan Swedia. Akhirnya sampai di Muhamad Mazhar Steet. Di sebuah gedung bertingkat dua belas yang berada tepat di pinggir sungai Nile kami berhenti.
Paman Eqbal membawa kami masuk. Di dalam gedung dekat tangga naik dan lift ada dua penjaga berdasi dan membawa senapan otomatis. Paman Eqbal berbincang dengan mereka sebentar lalu menarik lenganku.
“Ini saudara saya, Fahri Abdullah dari Indonesia, dia nanti yang akan menempati flat nomor 21 bersama isterinya. Mereka berdua akan menggantikan Mr. Edward Minnich yang telah pindah bulan yang lalu.”Kata Paman Eqbal memperkenalkan diriku. Dua penjaga itu tersenyum dan menjabat tanganku sambil berkata, “Selamat datang di apartemen ini pengantin baru!” Penampilanku dan Aisha memang mudah sekali ditebak.
Kami lalu masuk lift dan naik ke lantai tujuh. Tiap lantai ada tiga flat. Flat nomor, 19, 20 dan 21 berada dalam satu lantai. Paman Eqbal membuka pintu flat nomor 21. Kami masuk. Paman Eqbal menyalakan lampu. Dan tampaklah sebuah ruangan tamu yang mewah. Lebih mewah dari rumah Bapak Atase Pendidikan di Dokki. Kami duduk di sofa yang empuk. Tak lama kemudian Paman Akbar Ali dan isterinya masuk. Mereka langsung duduk.
“Gimana pengantin baru, kalian sudah siap?” tanya Paman Eqbal sambil tersenyum.

Aku diam tidak menjawab kecuali dengan senyum.
“Baiklah Fahri, kau berbahagialah malam ini bersama isterimu. Kami tidak akan lama-lama di sini. Ini kuncinya peganglah. Dua penjaga itu yang hitam namanya Hosam dan yang kuning namanya Magdi. Kau sudah lama di Mesir jadi kau tidak akan asing berada di sini. Jika ada apa-apa telpon aku. Kami pamit dulu. Semoga umur kalian penuh berkah.” Pamit Paman Eqbal sambil berdiri dari duduknya.
“Aisha dan kau Fahri, kami juga pamit. Malam ini juga kami akan terbang ke Istanbul. Sudah tiga hari kami di sini. Nanti kalau ada waktu kami akan mengunjungi kalian,” kata Akbar Ali Faraughi, paman Aisha. Aisha memeluk pamannya dengan mata berkaca-kaca. Lalu gantian aku memeluknya, dan dia berbisik, “Jaga dia baik-baik Fahri, aku percaya padamu!”
“Insya Allah, paman. Doanya. Salam buat seluruh keluarga di Turki.” jawabku. Kulihat Aisha lalu berpelukan dengan Elena Hashim, isteri Akbar Ali. Setekah itu ia memeluk bibinya, Sarah Ali Faraughi dengan tangis pecah.
“Aisha kau sudah hidup di dunia baru. Kuatkanlah dirimu dengan takwa. Minta tolonglah kepada Allah dengan shalat dan kesabaran. Dan layanilah suamimu dengan sebaik-baiknya. Ridha suamimu adalah surgamu,” suara Bibi Sarah terdengar parau.
Mereka lalu beranjak keluar. Satu persatu meninggalkan pintu. Kami mengantar sampai di pintu. Terakhir Paman Eqbal memeluk diriku sambil berkata, “Fahri, kau tentu ingat pelajaran hadits di kuliah, Rasulullah bersabda,
‘Orang pilihan di antara kalian adalah yang paling berbuat baik kepada perempuan (isteri)nya.’ Kumohon, muliakanlah isterimu. Bawalah dia hidup di jalan yang diridhai Allah!’

“Insya Allah, doakanlah kami,” jawabku.

Tak lama kemudian mereka hilang di telah pintu lift. Kami masuk kembali ke dalam flat dan menutup pintu.

* * *

Mereka telah pergi meninggalkan kami berdua. Kami salah tingkah. Wajah Aisha merona. Tubuhku panas dingin. Kami merasa sama-sama canggung mau berbuat apa. Tapi kami merasa itulah indahnya.
“Kita belum shalat maghrib,” lirih Aisha. Ia masih berdiri tak jauh di depanku dengan wajah menunduk. Aku tersadar, waktu sudah mepet, aku harus segera memberanikan diri melakukan sesuatu. Ada sunnah Rasulullah yang harus aku amalkan ketika untuk pertama kalinya berada dalam satu kamar atau satu rumah dengan pengantinku. Aku bergerak mendekati Aisha dan menggamit tangannya.

“Kamar kita di mana, Sayang?” tanyaku pelanku.

“Sini,” jawab Aisha sambil melangkah ke sebuah kamar.
Pintu kubuka. Gelap. Lampu kunyalakan, tampaklah kamar pengantin yang berhias indah, wangi dan sangat romantis. Kuajak Aisha duduk di ranjang. Aku membaca basmalah dengan segenap penghayatan akan ke-MahaRahman-an dan ke-Maharahim-an Allah. Lalu kupegang ubun-ubun kepala Aisha dengan penuh kasih sayang sambil berdoa seperti yang diajarkan baginda Nabi,
“Allaahumma, inni asaluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha, wa a’udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha! Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan wataknya. Dan aku mohon perlindungan-Mu dari kejahatannya dan kejahatan wataknya. Amin.”97
Kulihat Aisha memejamkan kedua matanya dan dari mulutnya terdengar amin..amin..amin, berkali-kali. Ia sudah mengerti bagaimana memasuki malam zafaf agar pernikahan penuh berkah. Setelah itu kulanjutkan dengan doa yang diriwayatkan oleh Imam Nawawi dalam kitabnya Al Adzkaar,
“Baarakallaahu likulli waahidin minna fi shaahibihi. Semoga Allah membarakahi masing-masing di antara kita terhadap teman hidupnya.”

97 Sebagaimana terdapat dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari, Ibnu Majah, Abu Daud, dan Ibnu Sinni.

Lalu kukecup ubun-ubunnya sambil menangis dan mengulang doa itu berkali-kali. Aisha terus mengucapkan amin..amin..amin, dengan air mata meleleh di pipinya.
Barulah kuajak Aisha untuk mengambil air wudhu dan shalat maghrib berjamaah. Setelah shalat maghrib membaca dzikir, shalat sunnah ba’diyah, membaca wirid dan doa rabithah. Menjelang Isya kuajak Aisha untuk shalat sunnah bersama sebagaimana dilakukan salafush shalih, agar pernikahan kami ini penuh barakah. Selesai shalat aku membaca doa sebagaimana diajarkan baginda nabi dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’ud,
“Allaahumma baarik li fi ahli, wa baarik lahum fiyya. Allaahumma ijma’ bainana ma jama’ta bikhair, wa farriq bainana idza farraqta ila khair. Ya Allah, barakahilah bagiku dalam keluargaku, dan berilah barakah mereka kepadaku. Ya Allah, kumpulkan antara kami apa yang engkau kumpulkan dengan kebaikan, dan pisahkan antara kami jika engkau memisahkan menuju kebaikan. Amin.”

Di belakangku Aisha khusyu mengucapkan amin..amin..amin, kabulkan ya

Allah, kabulkan ya Allah, kabulkan ya Allah, dengan rahmat dan kasih-Mu.
Usai shalat dan berdoa aku berbalik menghadap Aisha, aku hendak mengelus kepalanya. Aisha malah mencium tanganku sambil terisak-isak. Adzan Isya berkumandang. Kupegang kepala Aisha dengan kedua tanganku. Kupandangi lekat-lekat wajahnya yang jelita. Kuseka air mata yang melelah di pipinya.
“Fahri, aku mencintaimu.” Ia mengucapkannya dengan penuh kesungguhan.
“Aku juga mencintaimu, Aisha,” jawabku sambil mengecup keningnya penuh cinta.

“Kecupan pertama yang tak akan pernah kulupa,” lirih Aisha.
“Aisha, cinta Tuhan memanggil-manggil kita. Saatnya shalat Isya. Aku ke masjid dulu untuk shalat berjamaah. Kau shalat di rumah saja ya. Dalam suasana seperti apapun shalat fardhu adalah utama.”

Dia mengangguk.
“Tapi selesai shalat langsung pulang. Jangan lama-lama di masjid. Shalat sunnahnya di rumah saja.”

Anjing Menyingkap Pembunuh Majikannya

Mubasysyir ar-Rumy menceritakan bahwa dia pernah mendengar kisah mantan budaknya yang dikenal dengan Abu ‘Utsman, Zakaria al-Madany, sering disebut Ibn Fulanah. Ia seorang tajir yang mulia, banyak harta, terkenal murah hati, dapat dipercaya, orang yang memegang amanah dan juga suka meriwayatkan hadits.


Di dekat rumahnya, di Baghdad ia bertetangga dengan seorang laki-laki dari kalangan orang-orang fanatik yang suka bermain dengan anjing.

Suatu hari ia pergi sampai larut malam untuk suatu hajat, lalu diikuti anjing kesayangannya namun ia mengusirnya, tetapi anjingnya ini tidak mau pulang sehingga terpaksa ia biarkan ikut.

Ia terus berjalan hingga berhenti di tempat ‘mangkal’ beberapa orang yang memendam rasa permusuhan terhadapnya. Mengetahui kehadirannya di situ apalagi dirinya tanpa bersenjata, maka mereka pun menangkapnya. Sementara anjingnya yang ikut membuntuti sang majikan melihat apa yang dilakukan mereka. Rupanya, mereka membawanya masuk ke rumah diikuti anjing dengan diam-diam. Di sana, mereka membunuh majikannya tersebut lalu menguburkannya di sebuah sumur di dalam rumah itu. Karena melihat ada anjing, mereka pun menggebuknya, untung saja anjing itu bisa lari sekali pun terluka. Anjing yang dalam keadaan terluka ini mendatangi rumah majikannya sembari menggonggong namun penghuni rumah tidak menghiraukannya.

Sementara itu, sang ibu merasa kehilangan putranya karena seharian ini belum juga nongol. Namun akhirnya ia dapat mengetahuinya melalui kondisi anjingnya yang mengalami luka cukup parah. Ia berpikir bahwa ini pasti perbuatan orang yang membunuh putranya dan putranya tentu sudah dihabisi. Karena itu, ia pun mengadakan undangan makan dan mengusir anjingnya itu dari pintu.

Akan tetapi, anjing itu tidak beranjak dari pintu itu dan tidak lari. Mereka biasanya dalam beberapa kesempatan selalu mencarinya.

Suatu hari, beberapa orang yang membunuh majikan anjing itu lewat di depan pintu rumahnya sementara anjing saat itu sedang berbaring. Melihat wajah orang-orang tersebut, ia langsung mengenalnya. Seketika ia melukai betis salah seorang dari mereka, menggigit sembari menggelayut di tubuhnya.

Orang-orang itu berusaha menyelamatkan teman mereka dari gigitan anjing namun tidak berhasil sehingga suasana pun jadi gaduh. Kemudian datanglah SATPAM rumah untuk melihat keadaan seraya berkata, “Anjing ini tidak akan bergelayutan pada orang ini kecuali karena ia punya kisah dengannya. Barangkali dia lah yang telah melukainya.”

Tak berapa lama, keluarlah ibu majikan anjing tersebut dan ketika ia melihat wajah orang yang digigit itu sedang digelayuti anjing dan mendengar ucapan SATPAM, ia kemudian melihatnya secara teliti dan mengamatinya. Setelah itu, barulah ia teringat bahwa orang tersebut adalah salah seorang yang pernah bermusuhan dengan putranya dan selalu mencarinya. Bahkan terbetik dalam diri sang ibu bahwa dia lah yang telah membunuh putranya. Akhirnya, ia memastikan hal itu dan menuduh orang tersebut sebagai pelaku pembunuhan. Sang ibu ini lalu memperkarakan orang tersebut kepada pihak kepolisian yang kemudian menahannya setelah sebelumnya dipukul terlebih dahulu agar mau mengaku tetapi sayang ia tidak mau mengaku. Maka, anjing itu pun tetap berada di pintu sel setia menunggu orang tersebut.

Setelah beberapa hari berlalu, orang itu pun dibebaskan. Ketika ia keluar, sang anjing kembali menggelayutinya seperti sebelum-sebelumnya, maka orang-orang pun merasa aneh dengan tingkah anjing tersebut.

Menyikapi kejadian aneh itu, kepala kepolisian merencanakan sesuatu untuk menjebak para pembunuh majikan anjing itu. Ia secara rahasia berbisik kepada beberapa anak buahnya agar memisahkan anjing itu dari orang tersebut, lalu membuntuti kemana orang itu pergi untuk mengetahui kediamannya dan agar dapat terus memantaunya. Maka, perintah itu pun dipatuhi anak buahnya.

Sementara anjing terus berjalan di belakang orang yang dituduh membunuh itu, diikuti anak buah kepala kepolisian yang juga membuntuti dari belakang hingga sampai ke kediaman para penjahat tersebut.

Kemudian polisi yang dikirim atasannya itu mendobrak kediaman tersebut secara mendadak, namun tidak menemukan apa-apa. Lalu anjing yang turut masuk melolong dan mencari-cari letak sumur di mana majikannya dikubur dan dibuang.

Sang polisi berkata, “Gali tempat yang telah digali anjing ini.!” Maka tempat itu pun digali dan ternyata mayat korban dapat ditemukan.

Kemudian penjahat itu dibawa dan dipukuli. Setelah berkali-kali digebuki, barulah ia mengaku bahwa dirinya dan teman-temannya lah yang melakukan pembunuhan itu. akhirnya, ia pun dieksekusi mati sementara teman-temanya yang lain masih terus diburu karena berhasil melarikan diri.

(SUMBER: Nihaayah azh-Zhaalimiin karya Ibrahim bin ‘Abdullah al-Hazimy, Juz.IX, h.91-94, no.39 sebagai yang dinukilnya dari I’laam Ahl al-‘Ashr al-Ahbaab Bi Ahkaam al-Kilaab karyanya sendiri yang belum dicetak -barangkali sudah dicetak sekarang, red-)

Biografi Imam Al Ajurri : Guru para Imam Ahli Hadits

Imam Al Ajurri :

Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Al Husein bin Abdillah Al Baghdadi Al Ajurri. Kunyah beliau Abu Bakr. Beliau berasal dari sebuah desa di bagian barat kota Baghdad yang bernama Darbal Ajur. Beliau lahir dan tumbuh di sana.

Para Guru Beliau

Imam Al Ajurri menimba ilmu dari segolongan ulama terkenal, di antaranya :

1. Imam Ibrahim bin Abdillah bin Muslim bin Ma’iz Abul Muslim Al Bashri Al Kajji. Beliau adalah Al Hafidh , Al Mu’ammar, Shahibus Sunan . Imam ini adalah guru terbesar Imam Al Ajurri. Syaikh Ibrahim dilahirkan sekitar tahun 190 H dan wafat tahun 292 H di Baghdad. Jenazah beliau kemudian dipindah ke Bashrah dan dimakamkan di sana.
2. Imam Abul Abbas Ahmad bin Sahl bin Al Faizuran Al Usynani. Beliau adalah Syaikhul Qurra’ di Baghdad. Beliau wafat pada tahun 307 H.
3. Imam Abu Abdillah Ahmad bin Al Hasan bin Abdil Jabbar bin Rasyid Al Baghdadi. Beliau bergelar Al Muhadits Ats Tsiqatul Mu’ammar. Beliau dilahirkan di Hudud tahun 210 H dan wafat tahun 306 H.
4. Imam Abu Bakr Ja’far bin Muhammad bin Al Hasan bin Al Mustafadl Al Firyani. Beliau adalah Al Hafidh Ats Tsabt dan Syaikh di masanya. Beliau lahir pada tahun 207 H dan wafat pada tahun 301 H.
5. Imam Abu Bakr Al Qasim bin Zakaria bin Yahya Al Baghdadi. Beliau adalah Al ‘Allamah , Al Muqri’ , Al Muhadits, Ats Tsiqah . Beliau terkenal dengan gelar Al Muthariz (penyulam). Beliau lahir di Hudud tahun 220 H dan wafat tahun 305 H.
6. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Yahya bin Ishaq Al Bajali Al Hulwani. Beliau adalah Al Muhadits, Ats Tsiqah, Az Zahid . Beliau tinggal di Baghdad dan wafat tahun 296 H.
7. Imam Abul Abbas Ahmad bin Zanjuwiyah bin Musa Al Qathan. Beliau adalah Al Muhadits, Al Mutqin , dianggap tsiqah dan terkenal. Beliau wafat tahun 304 H.
8. Imam Abul Qasim Abdullah bin Muhammad bin Abdil Aziz bin Al Marzuban. Beliau adalah Al Hafidh, Al Hujjatul Mu’ammar, dan Al Musnid di masanya. Berasal dari Bagha’ dan lahir pada tahun 214 H dan bertempat tinggal di Baghdad serta wafat tahun 317 H. Beliau dikebumikan pada hari Iedul Fithri.
9. Imam Abu Syu’aib Abdullah bin Al Hasan bin Ahmad bin Abu Syu’aib Al Harrani. Beliau adalah Al Muhadits, Al Mu’ammar, Al Mu’dab. Lahir tahun 206 H dan wafat tahun 295 H.
10. Imam Abu Muhammad Khalaf bin ‘Amr Al ‘Ukbari. Beliau adalah Al Muhadits, Ats Tsiqatul Jalil . Beliau lahir tahun 206 H dan wafat tahun 296 H.
11. Al Imam Abu Bakr Abdullah bin Sulaiman bin Al Asy’ats As Sijistani. Beliau adalah Al ‘Allamah, Al Hafidh, dan Syaikh di Baghdad. Beliau termasuk lautan ilmu. Sebagian orang ada yang menganggap bahwa beliau lebih utama daripada ayahnya. Beliau menulis Sunan, Mushaf, Syari’atul Qari’, Nasikh Mansukh, Al Ba’ts, dan lain-lain. Beliau lahir di Sijistan tahun 230 H dan wafat tahun 316 H.

Murid-Murid Beliau

Di antara murid-murid beliau yang terkenal adalah :

1. Imam Abu Nu’aim Ahmad bin Abdullah bin Ahmad Al Mihrani Al Ashbahani. Beliau adalah Al Hafidh, Ats Tsiqah, Al ‘Allamah. Beliau adalah cucu Az Zahid Muhammad bin Yusuf Al Banna’. Beliau adalah penulis kitab Al Hilyah dan banyak karya lainnya. Beliau lahir tahun 336 H dan wafat tahun 425 H.
2. Imam Abul Qasim Abdul Malik Muhammad bin Abdillah bin Bisyran. Beliau adalah Al Muhaddits, Al Musnid, Ats Tsiqah, Ats Tsabt, Ash Shalih , Pemberi Nasihat, dan Musnid Irak. Beliau lahir tahun 339 H dan wafat tahun 430 H.
3. Imam Abul Husein Ali bin Muhammad bin Abdullah bin Bisyran. Beliau adalah Asy Syaikh, Al ‘Alim, Al Mu’adil, Al Musnid. Al Khatib berkata tentang beliau : “Dia sempurna muru’ah -nya, kokoh menjalankan agama, shaduq , dan tsabit.” Beliau lahir tahun 328 H dan wafat tahun 415 H.
4. Imam Abu Muhammad Abdurrahman bin Umar At Tajibi Al Mishri Al Maliki Al Bazzaz. Beliau adalah Asy Syaikh, Al Fakih, Al Muhadits, Ash Shaduq, dan Musnid Mesir. Beliau terkenal dengan gelar Ibnu Nahhas. Beliau lahir tahun 323 H dan wafat tahun 416 H.
5. Imam Abul Hasan Ali bin Ahmad bin Umar bin Hafsh Al Hamami Al Baghdadi. Beliau adalah Al Muhadits dan Muqri’ Irak. Al Khatib mengatakan bahwa beliau sangat jujur, taat beragama, terhormat, sulit dicari tandingannya dalam sanad-sanad qira’ah dan memiliki ketinggian sanad di masanya. Lahir 328 H dan wafat 417 H.
6. Al Imam Abu Bakr bin Abu Ali Ahmad bin Abdurrahman Al Hamadani Adz Dzakwan Al Ashbahani. Beliau adalah Al ‘Alim, Al Hafidh, dan termasuk Rijal Ats Tsiqah. Abu Nu’aim mengatakan tentang beliau : “Dia mempersaksikan dan menyampaikan hadits selama 60 tahun, akhlaknya baik dan kokoh madzhabnya. Beliau lahir tahun 333 H dan wafat tahun 419 H.
7. Syaikh Abul Husein Muhammad bin Al Husein bin Muhammad bin Al Fadl Al Baghdadi Al Qahthani. Beliau adalah Al ‘Alim, Ats Tsiqat, Al Musnid . Beliau lahir tahun 335 H dan wafat tahun 415 H.

Keilmuan Beliau Dan Komentar Para Ulama Tentangnya

1. Ibnu Nadim berkata : “Dia faqih, shalih, dan ahli ibadah.”
2. Al Khatib berkata : “Dia tsiqah, shaduq (sangat jujur), taat beragama, dan memiliki banyak karya.”
3. Ibnu Jalkan berkata : “Dia faqih, bermadzhab Syafi’i, muhadits, penulis kitab Arba’in dan terkenal dengannya, shalih dan ahli ibadah.”
4. Yaqut berkata : “Dia faqih bermadzhab Syafi’i, tsiqah, dan menulis banyak karya.”
5. Ibnul Jauzi dalam kitab As Shawatus Shafwah mengatakan : “Dia tsiqah, taat beragama, alim, dan banyak menulis karya.”
6. Ibnu Subki dalam Thabaqat-nya mengatakan : “Dia faqih, muhadits, pemilik beberapa karangan.”
7. Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala’ berkata : “Dia seorang imam, muhadits, panutan, Syaikh di Al Haram, shaduq, ‘abid , shahibus sunan, dan ahli ittiba’ .”
8. Suyuthi mengatakan : “Dia ‘alim dan mengamalkan ilmu ahli sunnah.”

Dari ucapan para ulama di atas diketahui bahwa beliau termasuk ulama yang beramal dengan ilmunya, seorang faqih yang ahli hadits, serta penjaga Kitabullah. Para ulama tersebut juga sepakat bahwa beliau termasuk orang yang tsiqat dan berpegang teguh dengan sunnah. Beliau juga seorang pengarang yang meninggalkan pengaruh yang jelas dalam perbendaharaan Islam.

Karya-Karya Beliau

Imam Al Ajurri mewariskan beberapa karya di antaranya :

- Yang Telah Dicetak :

1. Akhlaq Ahlil Qur’an
2. Akhlaqul Ulama
3. Akhbar Umar bin Abdil Aziz
4. Al Arba’in Haditsan
5. Al Ghuraba’
6. Tahrimun Nard was Satranji wal Malahi
7. Asy Syari’ah
8. At Tashdiq bin Nadhar Ilallah
- Yang Masih Berupa Manuskrip (Tulisan Tangan) :
9. Adabun Nufus
10. Ats Tsamainin fil Hadits
11. Juz’un min Hikayat As Syafi’i wa Ghairihi
12. Fardlu Thalabil Ilmi
13. Al Fawaid Al Muntakhabah
14. Wushulul Masyaqin wa Nuzhatul Mustami’in
- Yang Hilang :
15. Ahkamun Nisa’
16. Akhlaq Ahli Bir wat Tuqa
17. Aushafus Sab’ah
18. Taghyirul Azminah
19. At Tafarud wal ‘Uzlah
20. At Tahajud
21. At Taubah
22. Husnul Khuluq
23. Ar Ru’yah
24. Ruju’ Ibni Abbas ‘anis Sharf
25. Risalah ila Ahlil Baghdad
26. Syarah Qasidah As Sijistani
27. As Syubuhat
28. Qishatul Hajaril Aswad wa Zam-Zam wa Ba’du Sya’niha
29. Qiyamul Lail wa Fadllu Qiyamir Ramadlan
30. Fadllul Ilmi
31. Mukhtasharul Fiqh
32. Mas’alatut Tha’ifin
33. An Nasihah

Wafat Beliau

Sebagian para ulama mengatakan bahwa ketika beliau masuk ke kota Mekkah yang beliau kagumi, beliau berdo’a : “Ya Allah, berilah rezki kepadaku dengan tinggal di sana selama setahun.” Lalu beliau mendengar bisikan : “Bahkan 30 tahun !” Akhirnya beliau tinggal selama 30 tahun dan wafat di sana tahun 320 H. demikian keterangan Ibnu Khalqan.
Al Khatib berkata : “Aku membaca cerita itu di lantai kubur beliau di Mekkah.” Ibnul Jauzi berkata bahwa Abu Suhail Mahmud bin Umar Al Akbari berkata bahwa ketika Abu Bakr sampai di Mekkah dia merasa kagum dengannya dan berdo’a : “Ya Allah, hidupkan aku di negeri ini walau hanya setahun.” Tiba-tiba ia mendengar bisikan : “Hai Abu Bakr, kenapa hanya setahun ? Tiga puluh tahun !” Ketika menginjak tahun ketiga puluh, beliau mendengar bisikan lagi : “Wahai Abu Bakr, sudah kami tunaikan janji itu.” Kemudian wafatlah beliau di tahun itu.

Madzhab Beliau

Beliau bermadzhab Syafi’i menurut sebagian ulama. Namun ulama lain seperti Al Isnawi mengatakan bahwa sebagian orang membantah ke-Syafi’i-an beliau dan mengatakan bahwa beliau bermadzhab Hanbali. Al Isnawi mengatakan hal itu setelah dia mengatakan bahwa Imam Al Ajurri pengikut madzhab Syafi’i. Demikian pula keterangan Abu Ya’la dalam kitab beliau Tabaqat Al Hanabilah.

Sumber-Sumber Biografi Beliau

Riwayat hidup beliau yang penuh barakah ditulis dalam beberapa kitab para ulama. Di antaranya :

1. Al Fahrasat. Ibnu Nadim halaman 268.
2. Tarikh Baghdad. Al Khatib 2/243.
3. Tabaqatul Hanabilah. Ibnu Abi Ya’la halaman 332.
4. Al Ansab. As Sam’ani 1/94.
5. Fahrasah Ibni Khairil Isybaili. Halaman 285-286.
6. Wafiyatul A’yan. Ibnu Khukan 4/292.
7. Mu’jamul Buldan. Yaqut Al Hamawi 1/51.
8. Siyar A’lamin Nubala’. Adz Dzahabi 16/133.
9. Thabaqatus Syafi’iyah. Al Isnawi 1/50.
10. Al ‘Aqduts Tsamin. Al Fasi 2/4.
11. Thabaqatul Hufadh. As Suyuthi halaman 378.
12. Syajaratudz Dzahab. Ibnul ‘Imad 3/35.
Maraji’ :
Al Ghuraba’ minal Mukminin. Al Ajurri, tahqiq Ramadlan Ayyub.

Jalan Cinta Para Pejuang

Salman Al Farisi memang sudah waktunya menikah. Seorang wanita Anshar yang
dikenalnya sebagai wanita mukminah lagi shalihah juga telah mengambil
tempat di hatinya. Tentu saja bukan sebagai kekasih. Tetapi sebagai sebuah
pilihan dan pilahan yang dirasa tepat. Pilihan menurut akal sehat. Dan
pilahan menurut perasaan yang halus, juga ruh yang suci.

Tapi bagaimanapun, ia merasa asing di sini. Madinah bukanlah tempat
kelahirannya. Madinah bukanlah tempatnya tumbuh dewasa. Madinah memiliki
adat, rasa bahasa, dan rupa-rupa yang belum begitu dikenalnya. Ia
berfikir, melamar seorang gadis pribumi tentu menjadi sebuah urusan yang
pelik bagi seorang pendatang. Harus ada seorang yang akrab dengan tradisi
Madinah berbicara untuknya dalam khithbah. Maka disampaikannyalah gelegak
hati itu kepada shahabat Anshar yang dipersaudarakan dengannya, Abu Darda’.

”Subhanallaah. . wal hamdulillaah. .”, girang Abu Darda’ mendengarnya.
Mereka tersenyum bahagia dan berpelukan. Maka setelah persiapan dirasa
cukup, beriringanlah kedua shahabat itu menuju sebuah rumah di penjuru
tengah kota Madinah. Rumah dari seorang wanita yang shalihah lagi bertaqwa.

”Saya adalah Abu Darda’, dan ini adalah saudara saya Salman seorang
Persia. Allah telah memuliakannya dengan Islam dan dia juga telah
memuliakan Islam dengan amal dan jihadnya. Dia memiliki kedudukan yang
utama di sisi Rasulullah Shallallaahu ’Alaihi wa Sallam, sampai-sampai
beliau menyebutnya sebagai ahli bait-nya. Saya datang untuk mewakili
saudara saya ini melamar putri Anda untuk dipersuntingnya.”, fasih Abud
Darda’ bicara dalam logat Bani Najjar yang paling murni.
”Adalah kehormatan bagi kami”, ucap tuan rumah, ”Menerima Anda berdua,
shahabat Rasulullah yang mulia. Dan adalah kehormatan bagi keluarga ini
bermenantukan seorang shahabat Rasulullah yang utama. Akan tetapi hak
jawab ini sepenuhnya saya serahkan pada puteri kami.” Tuan rumah memberi
isyarat ke arah hijab yang di belakangnya sang puteri menanti dengan
segala debar hati.

”Maafkan kami atas keterusterangan ini”, kata suara lembut itu. Ternyata
sang ibu yang bicara mewakili puterinya. ”Tetapi karena Anda berdua yang
datang, maka dengan mengharap ridha Allah saya menjawab bahwa puteri kami
menolak pinangan Salman. Namun jika Abu Darda’ kemudian juga memiliki
urusan yang sama, maka puteri kami telah menyiapkan jawaban mengiyakan.”

Jelas sudah. Keterusterangan yang mengejutkan, ironis, sekaligus indah.
Sang puteri lebih tertarik kepada pengantar daripada pelamarnya! Itu
mengejutkan dan ironis. Tapi saya juga mengatakan indah karena satu
alasan; reaksi Salman. Bayangkan sebuah perasaan, di mana cinta dan
persaudaraan bergejolak berebut tempat dalam hati. Bayangkan sebentuk malu
yang membuncah dan bertemu dengan gelombang kesadaran; bahwa dia memang
belum punya hak apapun atas orang yang dicintainya. Mari kita dengar ia
bicara.

”Allahu Akbar!”, seru Salman, ”Semua mahar dan nafkah yang kupersiapkan
ini akan aku serahkan pada Abu Darda’, dan aku akan menjadi saksi
pernikahan kalian!”
???

Cinta tak harus memiliki. Dan sejatinya kita memang tak pernah memiliki
apapun dalam kehidupan ini. Salman mengajarkan kita untuk meraih kesadaran
tinggi itu di tengah perasaan yang berkecamuk rumit; malu, kecewa, sedih,
merasa salah memilih pengantar –untuk tidak mengatakan ’merasa
dikhianati’-, merasa berada di tempat yang keliru, di negeri yang salah,
dan seterusnya. Ini tak mudah. Dan kita yang sering merasa memiliki orang
yang kita cintai, mari belajar pada Salman. Tentang sebuah kesadaran yang
kadang harus kita munculkan dalam situasi yang tak mudah.

Sergapan rasa memiliki terkadang sangat memabukkan..
Rasa memiliki seringkali membawa kelalaian. Kata orang Jawa, ”Milik
nggendhong lali”. Maka menjadi seorang manusia yang hakikatnya hamba
adalah belajar untuk menikmati sesuatu yang bukan milik kita, sekaligus
mempertahankan kesadaran bahwa kita hanya dipinjami. Inilah sulitnya. Tak
seperti seorang tukang parkir yang hanya dititipi, kita diberi bekal oleh
Allah untuk mengayakan nilai guna karuniaNya. Maka rasa memiliki kadang
menjadi sulit ditepis..

[Sumber: Jalan Cinta Para Pejuang - Salim A. Fillah]
BUKU BAGUS PATUT DIBACA DAN DIRESAPI UNTUK MENCARI CINTA SEJATI
Jalan cinta para pejuang adalah jalan bagi para pejuang cinta yang dengan
cintanya ia menyusun rencana untuk memberi. Pejuang cinta sejati akan
menjadi majikan cinta bukan budak cinta.

Fitnah lebih kejam daripada pembunuhan?

Kita sering mendengar istilah “Fitnah itu lebih kejam daripada pembunuhan”. Namun rupanya tidak banyak yang tahu darimana istilah ini berasal, dan apa makna sebenarnya dari kalimat tersebut. Pokoknya asal pakai saja, dan ngaku-ngaku itu ajaran Islam, karena kalimat tersebut ‘kelihatannya’ berasal dari Al Qur’an.

Dalam bahasa sehari-hari kata ‘fitnah’ diartikan sebagai penisbatan atau tuduhan suatu perbuatan kepada orang lain, dimana sebenarnya orang yang dituduh tersebut tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan. Maka perilaku tersebut disebut memfitnah. Tapi apakah makna ‘fitnah’ yang dimaksud di dalam Al Qur’an itu seperti yang disebutkan itu? Mari kita telaah.

Di dalam Al Qur’an surat Al Baqoroh (2) ayat 191 tercantum kalimat “Wal fitnatu asyaddu minal qotli….” yang artinya “Dan fitnah itu lebih sangat (dosanya) daripada pembunuhan..”. Imam Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa Imam Abul ‘Aliyah, Mujahid, Said bin Jubair, Ikrimah, Al Hasan, Qotadah, Ad Dhohak, dan Rabi’ ibn Anas mengartikan “Fitnah” ini dengan makna “Syirik”. Jadi Syirik itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan.

Ayat tersebut turun berkaitan dengan haramnya membunuh di Masjidil Haram, namun hal tersebut diijinkan bagi Rasulullah saw manakala beliau memerangi kemusyrikan yang ada di sana. Sebagaimana diketahui, di Baitullah saat Rasulullah saw diutus terdapat ratusan berhala besar dan kecil. Rasulullah diutus untuk menghancurkan semuanya itu. Puncaknya adalah saat Fathu Makkah, dimana Rasulullah saw mengerahkan seluruh pasukan muslimin untuk memerangi orang-orang musyrik yang ada di Makkah.

Kemudian juga di surat Al Baqoroh (2) ayat 217, disebutkan “Wal fitnatu akbaru minal qotli…” yang artinya “Fitnah itu lebih besar (dosanya) daripada pembunuhan..”. Ayat ini turun ketika ada seorang musyrik yang dibunuh oleh muslimin di bulan haram, yakni Rajab. Muslimin menyangka saat itu masih bulan Jumadil Akhir. Sebagaimana diketahui, adalah haram atau dilarang seseorang itu membunuh dan berperang di bulan haram, yakni bulan Rajab, Dzulqo’dah, Dzulhijjah dan Muharram.

Melihat salah seorang kawan mereka dibunuh, kaum musyrikin memprotes dan mendakwakan bahwa Muhammad telah menodai bulan haram. Maka turunlah ayat yang menjelaskan bahwa kemusyrikan dan kekafiran penduduk Makkah yang menyebabkan mereka mengusir muslimin dan menghalangi muslimin untuk beribadah di Baitullah itu lebih besar dosanya daripada pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang beriman.

Tak ada satupun ayat di dalam Al Qur’an yang mengartikan kata “fitnah” dengan arti sebagaimana yang dipahami oleh orang Indonesia, yakni menuduhkan satu perbuatan yang tidak dilakukan oleh orang yang dituduh. Kata ‘fitnah’ di dalam Al Qur’an memang mengandung makna yang beragam sesuai konteks kalimatnya. Ada yang bermakna bala bencana, ujian, cobaan, musibah, kemusyrikan, kekafiran, dan lain sebagainya. Maka memaknai kata ‘fitnah’ haruslah dipahami secara keseluruhan dari latar belakang turunnya ayat dan konteks kalimat , dengan memperhatikan pemahaman ulama tafsir terhadap kata tersebut.

Memaknai kata-kata di dalam Al Qur’an dengan memenggalnya menjadi pengertian yang sepotong-sepotong serta meninggalkan makna keseluruhan ayat, hanya akan menghasilkan pemahaman yang melenceng dan keliru akan isi Kitabullah. Dan itulah yang dilakukan oleh orang-orang yang hendak menyalahgunakan Kitabullah demi mengesahkan segala perilakunya. Dan ini juga dilakukan oleh orang-orang yang hendak menyelewengkan makna Al Qur’an dari pengertian yang sebenarnya.

Akhir Cerita

.

_bintang yang ku tunjuk
cahayanya perlahan berubah kelam
hancur jatuh berantakan
padahal belum sempat ku utaraka sajak-sajak cinta yang tercipta karenanya

_taman langit seolah suram
petang tak benderang tak membuat hatiku berteman.,

_bintang hati telah lebur terganti
namun tiada arti
sajak ku suram tak ada setitik terang

_mungkin inikah akhir cerita cinta di tengah malam terhias purnama menyatu dalam angin melantun pilu

_purnama itu terluka,bercucur air mata di tahan dengan senyum sayup merekat dengan cinta dalam pertemuan di iringi sepatah kata

“ini yang terbaik” bisikmu

_daun menari sendu angin melantun pilu perpisahan memang harus tercipta

_malam merapat pulang
di tengah sesal jalan ku kini terkikis kelam.

Oleh: Trie

Wah, Ada Pengajian Khusus Bangsa Jin di Lamongan



LAMONGAN, KOMPAS.com — Sejak awal Ramadhan lalu, Pesantren Dzikrussyifa' Berojo Musti di Jalan Raya Sekanor, Desa Sendangagung, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, membuka pengajian khusus bangsa jin.

Pengasuh pesantren, KM Muzakkin, Rabu (26/8), menyatakan, mayoritas jin yang ikut pengajian itu adalah jin yang pernah merasuki santri yang sakit jiwa. Pesentren Dzikrussyifa' sendiri khas dan beda dengan pesantren lain.

Biasanya, pesantren ini khusus menangani rehabilitasi sakit jiwa dan pecandu narkoba. "Sekarang sudah ada beberapa jin yang nyantri. Mayoritas pernah merasuki santri saya yang sakit jiwa," kata Muzzakin.

Menurut dosen Universitas Islam Darul Ulum, Lamongan, model penggemblengan untuk bangsa jin bukan cara baru. Kanjeng Sunan Sendang Duwur (Raden Noer Rahmat) juga penah menerapkannya.

"Alkisah, pada zaman kerajaan Majapahit, tepat saat beliau itikaf di masjid, tiba-tiba mendengar suara gemuruh di luar masjid. Ternyata itu suara rombongan jin dumas yang dipimpin Kiai Taruna dan Kiai Taruni berjumlah 60 jin. Semula mereka berniat mencuri barang antik masjid. Namun, tidak satu jin pun mengangkat benda itu. Akhirnya, jin-jin itu minta maaf dan nyantri ke Mbah Sunan Sendang Duwur," tuturnya

Masjid Al Azhar, Saksi Perjalanan Bangsa

JAKARTA, KOMPAS.COM - Masjid Agung Al Azhar di Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang mampu menampung 10.000 orang memiliki segudang cerita dan sarat saksi perjalanan bangsa Indonesia.


Ketika pergolakan politik dan pergantian kepemimpinan Indonesia dari Soekarno ke Soeharto, masjid ini menjadi tempat berkumpulnya para mahasiswa sebelum berdemo ke Istana Merdeka. Masjid ini juga menjadi "ruang bersalin" partaipartai Islam seperti PBB dan PKS.

"Masjid Al Azhar tidak mementingkan satu partai atau golongan,tapi untuk kepentingan umat," ucap salah satu pengurus Yayasan Masjid Agung AI Azhar, Syarif Hanafi, Senin lalu. Saat ini, Masjid Agung Al Azhar memiliki tiga imam dan empat muadzin yang menjadi karyawan.

Tahun 1950-an Jakarta belum memiliki masjid agung yang mewakili Jakarta sebagai kota besar. Wall Kota Daerah Khusus Jakarta saat itu, Raden Syamsu Rizal, menyediakan tanah seluas 4,5 hektar.

Pembangunannya diserahkan ke masyarakat melalui Yayasan Pesantren Islam (YPI) dan 14 anggota partai politik Masyumi. Ketua Masyumi yang juga Perdana Menteri Indonesia ke-5, Muhammad Natsir, ikut mendirikan masjid ini. Peletakan batu pertama dilakukan pada 19 November 1953. Tahun 1958, masjid ini resmi digunakan.

Tokoh Islam yang ikut membesarkan masjid ini antara lain Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka). Semula, masjid ini bernama Masjid Agung Kebayoran Baru. Nama Al Azhar diberikan oleh Rektor Al Azhar dart Cairo, Mesir, Mahmud Syaltut. Rektor ini juga yang memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Buya Hamka. (Warta Kota/tan)

Arti Kehidupan

suatu hari..pernah kurenungi…
adakah seorang insan yang mengerti..
apakah arti kehidupan ini…

pernah kucari arti cinta sejati
namun yang kutemui hanyalah mimpi..
suatu mimpi kosong yang tak bertepi
apakah salah hati ini
ingin memiliki sebuah cinta sejati..

apakah arti sebuah persahabatan sejati
apakah itu juga sebuah mimpi..?
jika benar, apalah arti semua ini..
sudah banyak hari kujalani
tanpa suatu tujuan yang pasti…

semua seakan hanyalah ilusi..
ilusi yang tiada memiliki arti

namun akhirnya satu hal kusadari
hanya Tuhan yang sungguh mengerti,
tentang semua arti kehidupan ini..
kekosongan hati ini
tidak lagi diisi dengan benci..
tak ada yang lebih murni
dari kesucian cinta Ilahi

Cara Mencintai Rasulullah

Seseorang yang sedang jatuh cinta, biasanya akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencari jalan bagaimana caranya agar yang anda cintai itu membalas cinta anda. Anda pasti akan berusaha apa yang disukai oleh yang anda cintai. Setelah anda tahu tentu saja anda akan berusaha sekuat tenaga untuk memenuhinya sampai yang anda cintai itu membalas cinta anda. Bukan itu saja, anda juga akan selalu berusaha agar cinta yang telah anda peroleh dengan susah payah itu tetap langgeng dan terus meningkat. Jika anda cinta betul kepada seseorang, saya yakin anda selalu berusaha mementingkan seseorang itu tanpa memperhatikan kepentingan diri anda. Bukankah demikian?

Begitu pula jika kita ingin mencintai dan dicintai oleh Rasulullah Muhammad s.a.w. Salah satu bukti bahwa persaksian kita yang telah kita canangkan melalui dua kalimat syahadat adalah mencintai Allah dan Rasul-Nya di atas cinta kita kepada yang lain. Artinya, cinta yang kita berikan kepada yang selain Allah dan rasul-Nya harus didasarkan kepada cinta kita kepada Allah dan rasul-Nya. Kita akan mengabaikan cinta kita kepada yang lain ketika Allah dan Rasul-Nya tidak membenarkannya. Contoh, kita cinta kepada anak kita bukan? Nah, ketika anak kita memintai sesuatu yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya kita tidak memenuhinya. Bahkan mungkin kita akan memberikan beberapa nasehat kepada anak kita bahwa hal itu dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya.

Nah, untuk dapat mencintai Rasulullah dan kemudian dicintai oleh Rasulullah ada lima hal yang harus kita kerjakan, yaitu:

1) Memahami dan mengambil pelajaran dari sejarah Rasulullah.

2) Banyak-banyak bershalawat kepada Rasulullah secara ikhlas.

3) Mencontoh sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan ibadah kepada Allah.

4) Mentauladani perilaku Rasulullah dalam kehidupan sehari-hari.

5) Ziarah ke makam Rasulullah di Madinah dengan ikhlas jika kita mampu pergi kesana..

Tanda-tanda Kiamat

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, Wash-shalatu wassalamu'ala rasulil amin, amma ba'du.

Terjadinya kiamat adalah hal yang gaib. Hanya Allah saja yang tahu. Tidak satupun dari makhlukNya mengetahui kapan terjadi kiamat, baik para nabi maupun malaikat yang terdekat (kepada Allah).
Namun demikian, berkat rahmat-Nya telah menjadikan kiamat memiliki alamat ataupun tanda-tanda yang menunjukkan atau mengantarkannya ke arah tersebut.

Tanda-tanda kiamat ada dua: Tanda-tanda kiamat besar dan tanda-tanda kiamat kecil. Tanda kiamat kecil adalah tanda yang datang sebelum kiamat dengan waktu yang relatif lama dan kejadiannya biasa, seperti: Dicabutnya ilmu, maraknya kebodohan, minum khamr (minuman memabukkan), berlomba-lomba dalam membangun, dan lain-lain.

Tanda-tanda kiamat kecil terbagi menjadi dua:
Pertama, sudah muncul kejadian dan sudah selesai; seperti diutusnya Rasulullah saw., terbunuhnya Utsman bin ‘Affan, terjadinya fitnah besar antara dua kelompok orang beriman.
Kedua, kejadiannya sudah muncul tetapi belum selesai bahkan semakin bertambah; seperti tersia-siakannya amanah, terangkatnya ilmu, merebaknya perzinahan dan pembunuhan, banyaknya wanita dan lain-lain.

Tanda-tanda kiamat kecil merupakan peringatan agar manusia sadar dan segera bertaubat.

Di antara tanda-tanda kiamat kecil yang disebutkan dalam beberapa riwayat adalah:

1. Diutusnya Rasulullah saw
Jabir r.a. berkata, ”Adalah Rasulullah saw. jika beliau khutbah memerah matanya, suaranya keras, dan penuh dengan semangat seperti panglima perang, beliau bersabda, ‘(Hati-hatilah) dengan pagi dan sore kalian.’ Beliau melanjutkan, ‘Aku diutus dan hari Kiamat seperti ini.’ Rasulullah saw. mengibaratkan seperti dua jarinya antara telunjuk dan jari tengah. [HR Muslim]

2. Disia-siakannya amanat
Jabir r.a. berkata, tatkala Nabi saw. berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat ?” Rasulullah saw. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah saw. mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya.” Berkata sebagian yang lain, “Rasul saw. tidak mendengar.” Setelah Rasulullah saw. menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata lelaki Badui itu, ”Saya, wahai Rasulullah saw.” Rasulullah saw. Berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah kiamat.” Bertanya, “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah saw. Menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat.” [HR Bukhari].

3. Penggembala menjadi kaya
Rasulullah saw. ditanya oleh Jibril tentang tanda-tanda kiamat, lalu beliau menjawab, “Seorang budak melahirkan majikannya, dan engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, telanjang, dan miskin, penggembala binatang berlomba-lomba saling tinggi dalam bangunan.” [HR Muslim].

4. Sungai Efrat berubah menjadi emas
Dari Abu Hurairah ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sampai Sungai Eufrat menghasilkan gunung emas, manusia berebutan tentangnya. Dan setiap seratus 100 terbunuh 99 orang. Dan setiap orang dari mereka berkata, ”Barangkali akulah yang selamat.” [Muttafaqun ‘alaihi].

5. Baitul Maqdis dikuasai umat Islam
”Ada enam dari tanda-tanda kiamat: kematianku (Rasulullah saw.), dibukanya Baitul Maqdis, seorang lelaki diberi 1000 dinar, tapi dia membencinya, fitnah yang panasnya masuk pada setiap rumah muslim, kematian menjemput manusia seperti kematian pada kambing dan khianatnya bangsa Romawi, sampai 80 poin, dan setiap poin 12.000.” [HR Ahmad dan At-Tabrani dari Muadz].

6. Banyak terjadi pembunuhan
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tiada akan terjadi kiamat, sehingga banyak terjadi haraj.. Sahabat bertanya apa itu haraj, ya Rasulullah?” Rasulullah saw. Menjawab, “Haraj adalah pembunuhan, pembunuhan.” [HR Muslim]

7. Munculnya kaum Khawarij
Dari Ali ra. berkata, saya mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Akan keluar di akhir zaman kelompok orang yang masih muda, bodoh, mereka mengatakan sesuatu dari firman Allah. Keimanan mereka hanya sampai di tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya. Di mana saja kamu jumpai, maka bunuhlah mereka. Siapa yang membunuhnya akan mendapat pahala di hari Kiamat.” [HR Bukhari].

8. Banyak polisi dan pembela kezhaliman
“Di akhir zaman banyak polisi di pagi hari melakukan sesuatu yang dimurkai Allah, dan di sore hari melakukan sesutu yang dibenci Allah. Hati-hatilah engkau jangan sampai menjadi teman mereka.” [HR At-Tabrani].

9. Perang antara Yahudi dan Umat Islam
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan yahudi. Maka kaum muslimin membunuh mereka sampai ada seorang yahudi bersembunyi di belakang batu-batuan dan pohon-pohonan. Dan berkatalah batu dan pohon, ‘Wahai muslim, wahai hamba Allah, ini yahudi di belakangku, kemari dan bunuhlah ia.’ Kecuali pohon Gharqad karena ia adalah pohon Yahudi.” [HR Muslim]

10. Maraknya Fitnah
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidak akan terjadi kiamat, sampai dominannya fitnah, banyaknya dusta dan berdekatannya pasar.” [HR Ahmad].

11. Sedikitnya ilmu
12. Merebaknya perzinahan
13. Banyaknya kaum wanita
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Sesungguhnya di antara tanda-tanda kiamat adalah ilmu diangkat, banyaknya kebodohan, banyaknya perzinahan, banyaknya orang yang minum khamr, sedikit kaum lelaki dan banyak kaum wanita, sampai pada 50 wanita hanya ada satu
lelaki.” [HR Bukhari]

14. Bermewah-mewah dalam membangun masjid
Dari Anas ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Diantara tanda kiamat adalah bahwa manusia saling membanggakan dalam keindahan masjid.” [HR Ahmad, An-Nasa’i dan Ibnu Hibban]

15. Menyebarnya riba dan harta haram
Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu waktu, setiap orang tanpa kecuali akan makan riba, orang yang tidak makan langsung, pasti terkena debu-debunya.” [HR Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi]

Dari Abu Hurairah ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Akan datang pada manusia suatu saat di mana seseorang tidak peduli dari mana hartanya didapat, apakah dari yang halal atau yang haram.” [HR Ahmad dan Bukhari]

Tanda-Tanda Kiamat Besar
Tanda kiamat besar adalah perkara yang besar yang muncul mendekati kiamat yang kemunculannya tidak biasa terjadi.

Adapun tanda-tanda kiamat besar yaitu kejadiannya sangat besar dimana kiamat sudah sangat dekat dan mayoritasnya belum terjadi, seperti: Munculnya Imam Mahdi, Nabi Isa, Dajjal, Ya’juj dan Ma’juj, terbit matahari dari Barat, dan lain-lain.

Ayat-ayat dan hadits yang menyebutkan tanda-tanda kiamat besar di antaranya disebutkan dalam [QS.Al-Kahfi 82] dan [QS.An-Naml 82]

Dari Hudzaifah bin Usaid Al-Ghifari ra, berkata: Rasulullah saw. muncul di tengah-tengah kami pada saat kami saling mengingat-ingat. Rasulullah saw. bertanya, “Apa yang sedang kamu ingat-ingat?” Sahabat menjawab, “Kami mengingat hari kiamat.” Rasulullah saw. bersabda,”Kiamat tidak akan terjadi sebelum engkau melihat 10 tandanya.” Kemudian Rasulullah saw. menyebutkan: Dukhan (kabut asap), Dajjaal, binatang (pandai bicara), matahari terbit dari barat, turunnya Isa as. Ya’juj Ma’juj dan tiga gerhana, gerhana di timur, barat dan Jazirah Arab dan terakhir api yang keluar dari Yaman mengantar manusia ke Mahsyar. [HR Muslim]

Dari Abdullah bin Mas’ud ra. berkata, Rasulullah saw. bersabda, ”Hari tidak akan berakhir, dan tahun belum akan pergi sehingga bangsa Arab dipimpin oleh seorang dari keluargaku, namanya sama dengan namaku.” [HR Ahmad]

Wallahu A'lam Bish-Shawab

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Masa Remaja dalam Nahjul Balaghah

Masa Remaja dalam Nahjul Balaghah

Prolog

Masa remaja adalah masa paling sensitif dan urgen dalam kehidupan manusia yang biasanya berlangsung antara usia 12 hingga 18 tahun. Dalam masa ini seorang bukan lagi anak kecil dan juga belum belum mencapai usia baligh sepenuhnya dan sedang melewati masa krisis kehidupan yang terkadang prilaku dan perbuatan kekanak-kanakannya menimbulkan gangguan orang-orang yang lebih besar dan terkadang prilaku rasionalnya mendatangkan applause dan keheranan mereka.

Anak remaja berada pada umur-umur yang tidak tahu apa yang harus diperbuat? Metode manakah yang harus dipilih dalam kehidupan? Sebagian orang yang lebih dewasa mengatakan kepadanya: Engkau masih kecil! Terkadang orang lain berkata kepadanya: Engkau sekarang telah dewasa, kenapa masih melakukan perbuatan kekanak-kanakan? Dia merasa kebingungan dalam perintah dan larangan, celaan dan kemarahan ini.

Tahap-tahap Perkembangan

Masa remmja dapat dibagi dalam tiga tahapan:

1- Masa sebelum baligh: Yang sampai masa tersebut seorang anak masih merasa sebagai anak-anak dan secara bertahap sifat-sifat baligh mulai tampak.

2- Masa baligh: Yang berada di antara masa kanak-kanak dan remaja. Tanda-tanda baligh muncul dalam masa ini dan terjadi perubahan seksualitas terbesar maka kedua orang tua dan para pendidik harus mencurahkan perhatian khusus dalam masa ini kepada anak remaja dan tidak sungkan-sungkan untuk memberikan arahan-arahan yang dibutuhkan olehnya serta membantunya dari sisi pemikiran. Karena kaum remaja membutuhkan petunjuk dan arahan para pendidik atau guru yang baik dan pemikir untuk perkembangan mental dan membangun diri dalam mempelajari bagaimana untuk hidup dan menemukan jati dirinya serta mencegah timbulnya perbuatan-perbuatan tidak lumrah yang terjadi dalam menghadapi kejadian-kejadian.

3- Masa pasca baligh: Yang dalam masa ini kepribadian anak remaja mulai terbentuk hingga batas tertentu dan pemilihan teman, pekerjaan, jurusan pelajaran dan… adalah sahabat terbaiknya dalam kehidupan.

Anak remaja dalam masa ini menghadapi beberapa perubahan yang di antaranya, perkembangan anggota tubuh dan badan tidak tepat yang terkadang tidak dapat menguasai anggota tubuhnya. Berenergi penuh, gaduh, kurang bersemangat, membangkang dan tidak dapat diam, menyukai penghormatan terhadap kepribadiannya dan menyambut arahan-arahan orang lain termasuk kriteria-kriteria lainnya.

Nahjul Balaghah adalah salah satu kitab terbaik yang terkenal dengan sebutan saudara al-Quran (akhul Qur’an). Kitab ini “sedemikian besar dan agung sehingga akal-akal manusia tidak dapat menjamahnya dengan mudah. Buktinya adalah kitab ini tetasan ruh agung seorang yang merupakan manifestasi nama teragung Allah swt, didikan Jibril, al-Qur’an natiq (al-Qur’an hidup), penafsir terbesar dan murid Nabi Islam saw”