Masjid Al Azhar, Saksi Perjalanan Bangsa

JAKARTA, KOMPAS.COM - Masjid Agung Al Azhar di Jalan Sisingamangaraja, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang mampu menampung 10.000 orang memiliki segudang cerita dan sarat saksi perjalanan bangsa Indonesia.


Ketika pergolakan politik dan pergantian kepemimpinan Indonesia dari Soekarno ke Soeharto, masjid ini menjadi tempat berkumpulnya para mahasiswa sebelum berdemo ke Istana Merdeka. Masjid ini juga menjadi "ruang bersalin" partaipartai Islam seperti PBB dan PKS.

"Masjid Al Azhar tidak mementingkan satu partai atau golongan,tapi untuk kepentingan umat," ucap salah satu pengurus Yayasan Masjid Agung AI Azhar, Syarif Hanafi, Senin lalu. Saat ini, Masjid Agung Al Azhar memiliki tiga imam dan empat muadzin yang menjadi karyawan.

Tahun 1950-an Jakarta belum memiliki masjid agung yang mewakili Jakarta sebagai kota besar. Wall Kota Daerah Khusus Jakarta saat itu, Raden Syamsu Rizal, menyediakan tanah seluas 4,5 hektar.

Pembangunannya diserahkan ke masyarakat melalui Yayasan Pesantren Islam (YPI) dan 14 anggota partai politik Masyumi. Ketua Masyumi yang juga Perdana Menteri Indonesia ke-5, Muhammad Natsir, ikut mendirikan masjid ini. Peletakan batu pertama dilakukan pada 19 November 1953. Tahun 1958, masjid ini resmi digunakan.

Tokoh Islam yang ikut membesarkan masjid ini antara lain Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka). Semula, masjid ini bernama Masjid Agung Kebayoran Baru. Nama Al Azhar diberikan oleh Rektor Al Azhar dart Cairo, Mesir, Mahmud Syaltut. Rektor ini juga yang memberikan gelar Doktor Honoris Causa kepada Buya Hamka. (Warta Kota/tan)

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Untuk Di isi Komentarnya